Senin, 02/07/2012 15:30 WIB
M Rizki Maulana - detikNews
"Hal ini berbanding terbalik dengan support alokasi DPR, setidaknya ada beberapa proyek-proyek yang bernilai fantastis yang berkaitan dengan kepentingan DPR. Seperti renovasi ruang Banggar yang mencapai Rp 20 miliar, renovasi toilet yang mencapai Rp 2 miliar, renovasi parkir motor yang mencapai Rp 3 miliar, dan renovasi komplek rumah jabatan anggota DPR RI Kalibata senilai Rp 36,6 miliar," tutur peneliti divisi korupsi politik Indonesia Corruption Watch (ICW), Abdullah Dahlan di Kantor ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Senin (2/7/2012).
Abdullah menambahkan, DPR terlihat khawatir apabila KPK diberikan kesempatan untuk membangun gedung baru. Dengan adanya gedung baru peran KPK dinilai bisa menjadi sangat kuat sehingga membuat beberapa fraksi yang berada di DPR merasa tidak nyaman karena khawatir mereka akan terjerat dengan kasus-kasus yang sedang digarap oleh KPK sejauh ini.
"Ada ekspektasi besar dari masyarakat agar KPK membuka kasus-kasus besar seperti Hambalang, Wisma Atlet, kasus dana PPID. Dalam proyek-proyek ini kan diduga ada permainan dari para mafia anggaran, dan dari para anggota DPR," tutup Abdullah.
Menurut Abdullah apabila DPR melakukan penolakan terhadap pembangunan gedung KPK, mereka seharusnya tidak menghilangkan aspek transparansi dan akuntabilitas, juga objektivitas. DPR dirasa belum memenuhi ketiga aspek tersebut.
"Kita harus melihat bagaimana proses penganggarannya. DPR mempunyai kewenangan yang besar dalam penganggaran, hal ini bisa membuat mereka semau hati menolak, melanjutkan, mempercepat atau memperlambat proses pencairan anggaran-anggaran tersebut," ujar
Sebelumnya, untuk pembangunan gedung, dalam perhitungan KPK, biaya keseluruhan pembangunan nilainya mencapai Rp 225,712 miliar. Namun anggaran dengan skema multiyears tak kunjung cair lantaran belum disetujui Komisi III DPR.
Permintaan ini diajukan karena gedung yang ditempati KPK saat ini di Jalan HR Rasuna Said Kavling C1, Jaksel tak lagi cukup menampung 904 pegawai. Komisi antikorupsi kemudian menyebar pegawainya untuk bekerja terpisah. 111 Pegawai di Gedung Uppindo sementara 93 pegawai lainnya bekerja Gedung BUMN yang dipinjamkan ke KPK.
(riz/nwk)
Baca Juga
Komentar (0 Komentar)