Jumat, 13/07/2012 16:10 WIB
Berbagi informasi terkini dari detikcom bersama teman-teman Anda Connect with Facebook
"Berkasnya masih P 19," kata Kabareskrim Mabes Polri, Komjen Sutarman, di Mabes Polri, Jumat (13/7/2012).
Saat ditanya kapan pemberkasan itu rampung, Sutarman mengatakan hal itu bukan wewenangnya. "Kalau P21 (lengkap) bukan wewenang saya. Saya apa yang diminta saja kita penuhi," lanjutnya.
Sutarman mengatakan saat ini penyidik masih mengumpulkan berbagai bukti dan juga keterangan saksi terkait kasus tersebut. Menurutnya sangat penting untuk memenuhi berbagai bukti ini untuk pemberkasan.
"Sebenarnya begini, memang kita yakini kebijakan itu tidak boleh dipidanakan. Tapi kalau kebijakan itu memang merugikan keuangan negara dan memang dilakukan berkali-kali mungkin itulah yang harus dipenuhi oleh penyidik dan mengumpulkan bukti-buktinya," sambungnya.
Kasus ini bermula dari proyek pengadaan alat kesehatan untuk mengantisipasi kejadian luar biasa atau Buffer Stock tahun 2005. Proyek ini senilai Rp 15,5 miliar. Penyidik Mabes Polri menduga ada kerugian negara sejumlah Rp 6,1 milar. Kejanggalan kasus tersebut diawali dengan digunakannya sistem penunjukan langsung kepada perusahan untuk mengerjakan proyek oleh Siti Fadhilah Supari yang merupakan Menteri Kesehatan saat itu.
Dalam penyidikan kasus tersebut Bareskrim telah menetapkan empat orang sebagai tersangka. Dua orang di antaranya adalah bekas bawahan Siti, yakni Mulya Hasjmy yang dulu menjabat sebagai Kepala Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan Kemenkes, dan Hasnawaty bekas Ketua Panitia Pengadaan Proyek Alat Kesehatan Tahun Anggaran 2005.
Kemudian M Naguib bekas direktur pemasaran anak perusahaan PT Indofarma, serta inisial MS, direktur PT MM, perusahaan subkontrak proyek. Kini keempatnya sudah menjalani persidangan.
(nal/vit)
Komentar (0 Komentar)
